BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS
A. Konsep Dasar Medis
1.
Pengertian
Sirosis hepatis adalah
penyakit hati yang menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul.[1]
2.
Etiologi
Etiologi yang diketahui penyebabnya :
a.
Hepatitis virus tipe B dan C
b.
Alkohol
c.
Metabolik : Hemokromatosis, idiopatik, penyakit Wilson,
defisiensi alpha I anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM,
penyakit penimbunan glikogen.
d.
Kolestatis kronik/sirosis billiar sekunder intra dan
ekstrahepatik.
e.
Obstruksi aliran vena hepatik.
Penyakit vena oklusif.
Sindrom budd chiari.
Perikarditis konstriktiva.
Payah jantung kanan.
f.
Gangguan immunologis.
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
g.
Toksik dan obat ; MTX, INH, Metil dopa.
h.
Operasi pintas usus halus pada obesitas.
i.
Malnutrisi, infeksi seperti : malaria, sistosomiasis.
Etiologi yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik
heterogenous.
3.
Anatomi
fisiologi hai
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang
berbentuk silindris dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8
sampai 2 mm . Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus.
Lobulus hati yang ditunjukkan dalam (gambar) terbentuk
mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian
ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hepar
yang memancar secara sentifugal dari vena sentralis seperti teruji roda.
Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan diantara sel yang
berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris
di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan.
Juga dalam septum terdapat venula porta kecil yang
menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari
venula ini darah mengalir ke sinusoid hepar gepeng dan bercabang yang terletak
diantara lempeng-lempeng hepar dan kemudian ke vena sentralis. Dengan demikian
sel hepar terus menerus terpapar dengan darah vena porta.
Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar di
dalam septum interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah arteri ke jaringan
septum diantara lobulus yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga
mengalir langsung ke sinusoid hati. Paling sering pada sepertiga jarak ke
septum interlobularis.
Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi oleh dua
tipe sel yang lain 1) sel endotel khusus, 2) sel kuffer besar yang merupakan
makrofag jaringan, yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam
darah sinus hepatikus. Lapisan endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan
yang sangat sempit yang disebut ruang disse, Jutaan ruang disse kemudian
menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis.
Fungsi hati :
1.
Fungsi sistem vaskuler hepar.
-
Aliran darah melalui hati.
-
Tekanan dan tahanan dalam pembuluh hepatika.
-
Fungsi penyimpanan hati.
-
Aliran limfe yang sangat tinggi dari hati.
-
Sistem makgrofag hepatik – fungsi pembersih darah hati.
2.
Fungsi metabolik hati.
-
Metabolisme karbohidrat
-
Metabolisme lemak
-
Metabolisme protein.
3.
Berbagai fungsi metabolik hati yang lain.
-
Penyimpanan vitamin.
-
Hubungan antara hati dengan koagulasi darah.
-
Penyimpanan besi.
-
Pengeluaran atau ekskresi obat-obatan, hormon, dan zat
lain oleh hati.
Fungsi utama hati
Fungsi
|
Keterangan
|
Pembentukan
dan ekskresi empedu.
Metabolisme
garam empedu.
Metabolisme
pigmen empedu
Metabolisme
karbohidrat
-
Glikogenesis
-
Glikogenolisis
-
Glukogenesis
Metabolisme
protein
Sintesis
protein
Pembentukan
urea
Penyimpanan
protein
Metabolisme
lemak
-
Ketogenesis
-
Sintesis kolesterol
Penyimpanan
lemak
Penyimpanan
vitamin dan mineral
Metabolisme
steroid
Detoksikasi
Ruang
pengapung dan fungsi penyaring
|
Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absorbsi
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus
Bilirubin,
pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah
merah yang sudah tua proses konjugasinya berlangsung dalam hati dan dieksresi
dalam empedu.
Hati memegang
peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan
menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai
glikogen.
Protein serum
yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta alfa dan beta globulin (gama
globulin tidak)
Faktor
pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin
(II), dan faktor V, VII, VIII, IX, X vitamin K diperlukan sebagai kofaktor
pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Urea dibentuk
semata-mata dalam hati dari NH3 yang kemudian di ekskresi dalam
kemih dan faeces.
NH3
dibentuk dari deaminasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam
amino.
Hidrolisis
trigliserida, kolesterol, fospolipid, dan lipoprotein.
Hati memegang
peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam
empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.
Vitamin yag
larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati, juga vitamin B12 ,
tenbaga, dan besi.
Hati
mengaktifkan dan mensekskresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen,
progesteron, dan testosteron.
Hati
bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang
tidak berbahaya.
Sinusoid hati
merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava : kerja fagositik
sel kuffer membuang bakteri dan debris dari darah.
|
4.
Patogenesis.
Infeksi hepatitis viral
tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis
meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan
nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati
sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali
dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi
percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan
hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada
sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa
aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah
terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati.
Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan
etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal
aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
2.
Gambaran klinik
a.
Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti
anoreksia, mual muntah, dan diare.
b.
Demam, berat badan menurun, lekas lelah.
c.
Asites, hidrothoraks, dan edema.
d.
Ikterus, kadang-kadang urine yang menjadi lebih tua
warnanya atau kecoklatan.
e.
Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil
karena fibrosis.
f.
Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di
dinding abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esopagus.
g.
Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari
hiperestrogenisme yaitu :
1)
Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya
rambut aksila dan pubis.
2)
Amenore, hiperpigmentasi areola mammae.
3)
Spider nevi dan eritema
4)
Hiperpigmentasi
3.
Komplikasi
Bila
penyakit sirosis hepatis berlanjut progresif maka gambaran klinis prognosis dan
pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi :
a.
Kegagalan hati (hepatoseluler)
b.
Hipertensi portal
1)
Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritema palmaris,
atrofi testis ginekomastia, ikterus, ensepalopati dan lain-lain.
Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat
kegagalan hati
2)
Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali,
pemekaran pembuluh vena esopagus/cardia, capur medusae, hemoroid, vena
kolateral dinding perut.
Bila
penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul berupa :
c.
Asites
d.
Ensefalopati
e.
Peritonitis bakterial spontan
f.
Sindrom hepatorenal
g.
Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
4.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Darah.
HB rendah, anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrosister, kolesterol darah yang
selalu rendah mempunyai prognosa yang kurang baik.
b.
Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan
garamnya akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
c.
Albumin.
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang
kurang.
d.
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun pada
perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal < normal mempunyai
prognosis yang jelek.
e.
Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan
diuretik dan pembatasan garam dalam diet.
f.
Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya
penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa
protrombin.
Pemeriksaan hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai
kemungkinan perdarahan baik dari varises esopagus, gusi maupun epistaksis.
g.
Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase
lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula
darah yang tetap meninggi menunjukkan prognosis yang kurang baik.
h.
Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBs
Ag/HBs Ab, Hbe Ag/HBe Ab, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan
etiologi sirosis hati.
5.
Penatalaksanaan
a.
Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus,
asites, dan demam.
b.
Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB,
55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II
(600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet
tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi
kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah
viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein
yang cukup perlu diperhatikan.
c.
Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai
obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
d.
Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian
asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
e.
Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan
minum bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis
dan edema adalah :
a.
Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan
diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah
dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan
cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
b.
Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi,
diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan
dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat
perubahan.
c.
Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat
dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi
parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali
dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan
infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain
albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah
pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan
diuretik biasanya tetap diperlukan.
d.
Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi
penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa
bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kehidupan sehari-hari secara
mandiri.3
Di dalam
memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah
proses keperawatan yaitu pengkajian, perencanan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1
Pengkajian
Pengkajian dianggap sebagai
dasar proses keperawatan yang kegiatannya bertujuan mengumpulkan informasi mengenai
pasien, informasi tersebut akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan
keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial, dan lingkungan. Sebagai
sumber informasi dapat digunakan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman,
petugas kesehatan lainnya atau sumber data sekunder, metode pengumpulan data
meliputi : pengkajian fisik, observasi, wawancara, riwayat keperawatan, survei
rumah, dan masyarakat, analisis catatan, lap dokumentasi yang terkait.4
Pengkajian merupakan proses
memilih dan membedakan yang memerlukan keputusan tentang relevansi data serta
dasar pengetahuan yang kuat dan berbagai disiplin ilmu, sehingga dapat
melakukan pengkajian yang benar, saksama dan komprehensif. Hasil proses
pengkajian adalah data objektif & subjektif tentang klien.
Adapun pengkajian yang sistimatis meliputi 3 kegiatan
yaitu :
a.
Pengumpulan data
Data yang berhubungan dengan
kasus sirosis hepatis perlu dikaji sebagai berikut :
Data-data pengkajian klien.
-
Aktifitas/istirahat.
Gejala :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda :
letargi, penurunan massa otot/tonus.
-
Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gjk kronis, perikarditis,
penyakit jantung, reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati).
Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
Dvj, vena abdomen distensi.
-
Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi
abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites).
penurunan atau tidak ada bising usus.
Faeces warna tanah liat, melena.
Urin gelap, pekat.
-
Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia,
tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima.
Mual, muntah.
Tanda : Penurunan
berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan.
Kulit kering.
Turgor buruk.
Ikterik, angioma spider.
Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
-
Neurosensori
Gejala : Orang
terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan
mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
Asterik
-
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri
tekan abdomen/nyeri kuadran atas.
Pruritus
Neuritis Perifer.
Tanda : Perilaku
berhati-hati/distraksi.
Fokus pada diri sendiri.
-
Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea,
pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites)
Hipoksia
-
Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam
(lebih umum pada sirosis alkoholik)
Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
-
Seksualitas
Gejala : Gangguan
menstruasi/impoten.
Tanda : Atrofi
testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
-
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat
penggunaan alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada
toksin, trauma hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varises esopageal,
penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,2 hari.
Rencana pengulangan : Mungkin memerlukan bantuan dengan tugas
perawatan/pengaturan rumah.
Pemeriksaan diagnostik
-
Skan/biopsi hati :
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
-
Esofagoskopi : Dapat
menunjukkan adanya varises esopagus.
-
Portografi transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
-
Bilirubin serum :
Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi atau
obstruksi billier.
-
SGOT, SGPT, LDH :
Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
-
Alkalin fosfatase :
Meningkat karena penurunan ekskresi.
-
Albumin serum.
-
Globulin C Ig A & Ig G :
Peningkatan sintesis.
-
Fibrinogen : Menurun
-
BUN :
Meningkat menunjukkan kerusakan darah/protein.
-
merubah di amonia menjadi urea.
-
Glukosa serum :
Hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
-
Kalsium : Mungkin
menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin D.
-
Uribilinogen fecal :
Menurunkan ekskresi.
b. Diagnosa keperawatan.
Menurut H. Lismidar dkk,
dalam buku Proses Keperawatan penerbit Universitas Indonesia (UI-pres) tahun
1990 halaman 12. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas
tentang masalah pasien, yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan,
diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang
diperoleh melalui pengkajian data.
Adapun diagnosa keperawatan
yang dapat ditegakkan dengan gangguan sistem pencernaan pada kasus sirosis hati
:
1)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
2)
Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan
kelebihan natrium atau masukan cairan.
3)
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
4)
Resiko terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan
asites.
5)
Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi
portal.
6)
Resiko tinggi terhadap proses pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologis (Peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk
detoksikasi enzim).
7)
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran
fungsi.
8) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
c. Perencanaan
Perencanaan perawatan adalah
penentuan apa yang akan dilaksanakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah keperawatan dan tindakan keperawatan serta rasional dari
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan.
1)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
Tujuan : Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
(a) Ukur masukan diet harian
dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan
informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.
(b) Berikan makan sedikit dan
sering.
Rasional : Buruknya
toleransi terhadap makan banyak, mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan
intra abdomen/asites.
(c) Berikan makanan halus,
hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional : Perdarahan
dari varises esopagus dapat terjadi pada sirosis berat.
(d) Anjurkan menghentikan
merokok.
Rasional : Menurunkan
rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/perdarahan.
2)
Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan
natrium/masukan cairan.
Tujuan : Menunjukkan
volume cairan stabil berhubungan dengan kelebihan natrium/masukan cairan.
Intervensi :
(a)
Ukur pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Menunjukkan
status volume sirkulasi.
(b)
Observasi tekanan darah.
Rasional : Peningkatan
tekanan darah biasanya berhubungan dengan volume cairan.
(c)
Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Rasional : Dapat
meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
(d)
Berikan perawatan mulut, kadang beri es batu.
Rasional : Menurunkan
rasa haus.
3)
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan turgor kulit buruk, adanya edema asites.
Tujuan : Mengidentifikasikan
faktor resiko dan menunjukkan teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
(a)
Ubah posisi pada jadwal teratur.
Rasional : Perubahan
posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.
(b)
Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional : Meningkatkan
aliran balik vena & menurunkan edema pada ekstremitas.
(c)
Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional : Kelembaban
meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
(d)
Gunting kuku jari hingga pendek, berikan sarung tangan bila
diindikasikan
Rasional : Mencegah
dari cedera.
4)
Resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif berhubungan
dengan asites.
Tujuan : Mempertahankan pola napas efektif.
Intervensi :
(a)
Kaji frekuensi, kedalaman, dan daya upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan
cepat dan dangkal mungkin sehubungan dengan hipoxia dan akumulasi cairan dalam
abdomen.
(b)
Auskultasi bunyi napas, mengi, ronchi.
Rasional : Menunjukkan
terjadinya komplikasi.
(c)
Ubah posisi dengan sering ; dorong napas dalam, latihan batuk
secara efektif.
Rasional : Membantu
ekspansi paru dan mobilisasi sekret.
(d)
Awasi suhu ; catat adanya menggigil.
Rasional : Menunjukkan
timbulnya infeksi.
5)
Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi
portal.
Tujuan : Mempertahankan homeostatis dengan tanpa
perdarahan.
Intervensi :
(a)
Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan G.I.
Rasional : Traktus
Gastro Intestinal paling biasa sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang
rusak.
(b)
Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Dapat
menunjukkan adanya kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi
lanjut.
(c)
Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama bagian
suntikan.
Rasional : Meminimalkan
kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan.
(d)
Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin.
Rasional : Koagulasi
memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
6)
Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan
dengan perubahan fisiologis.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental/orientasi
kenyataan.
Intervensi :
(a)
Catat terjadinya/adanya asterik, fetor hepatikum, aktivitas
kejang.
Rasional : Menunjukkan
peningkatan kadar amonia serum, peningkatan resiko berlanjutnya ensefalopati.
(b)
Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum/mental
pasien.
Rasional : berikan
dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
(c)
Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang sesuai
kebutuhan.
Rasional :Membantu
dalam mempertahankan orientasi kenyataan, menurunkan bingung/ansietas.
(d)
Pertahankan tirah baring, bantu aktifitas perawatan diri.
Rasional : Menurunkan
kebutuhan metabolik hati.
7)
Gangguan harga diri berhubungan dengan prubahan peran fungsi.
Tujuan : Menyatakan
pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada.
Intervensi :
(a)
Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan berkunjung/
berpartisipasi pada perawatan.
Rasional : Partisipasi
pada perawatan membantu mereka merasa berguna.
(b)
Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan positif.
Rasional : Pemberian
perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi
perawatan pasien.
(c)
Diskusikan situasi/masalah, jelaskan hubungan antara gejala
dengan asal penyakit.
Rasional : Pasien
sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah
bila penyebab berhubungan dengan alkohol.
(d)
Bantu pasien/orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada
penampilan.
Rasional : Pasien
dapat menunjukkan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites.
Beri dorongan untuk meningkatkan harga diri.
8) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakitnya.
Intervensi :
(a) Kaji
ulang proses penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional :Memberikan dasar pengetahuan pada pasien
yang dapat membuat pilihan informasi.
(b) Tekankan
pentingnya menghindari alkohol
Rasional : Karena alkohol menyebabkan terjadinya
sirosis.
(c) Informasikan
pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan
obat hanya yang diresepkan.
Rasional : Beberapa obat bersifat hepatotoksik selain
itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolisme obat, meningkatkan
kecenderungan perdarahan.
d. Pelaksanaan/Implemetasi
Pelaksanaan
keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam
pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
1.)
Tindakan mandiri
2.)
Tindakan observasi
3.)
Tindakan health education
4.)
Tindakan kolaborasi
e. Evaluasi
Tahapan
evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai,
sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu
mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur dan
diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien dapat diketahui
Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang menentukan keperawatan
selanjutnya yaitu :
1.) Masalah
klien dapat dipecahkan .
2.) Sebagian
masalah klien dapat dipecahkan.
3.) Masalah
klien tidak dapat dipecahkan.
4.) Dapat
muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan
sirosis hepatis dapat disesuaikan dengan masalah yang telah ditanggulangi
dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
1.) Apakah
tidak menunjukkan perubahan nutrisi?.
2.) Apakah
tidak menunjukkan perubahan volume cairan?.
3.) Apakah
resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit tidak terjadi?.
4.) Apakah
rsiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif tidak terjadi?.
5.) Apakah
resiko tinggi terhadap cedera tidak terjadi?.
6.) Apakah
resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir tidak terjadi?.
7.) Apakah
gangguan harga diri teratasi?.
3 Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid I Tahun 1999. Arif Mansjoer Dkk.
3 Tien Gartinah, Mn, Ratna Sitorus, M. app sc, Dewi
Irawati, Ma, Keperawatan dan Praktek Keperawatan, Jakarta 1999 hal
4 Tim Departemen Kesehatan RI, Konsep dan Proses
Keperawatan, Buku I Jakarta 1991 Halaman 17
No comments:
Post a Comment