BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.
Pengertian
Hepatitis akut adalah penyakit infeksi sistemik yang
menimbulkan peradangan dan nekrosis dari sel-sel hati.
2.
Anatomi Fisiologi
a.
Anatomi
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata
sekitar 1500 gr, atau 2,5 % berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan
organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya. Permukaan superior
adalah cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah
kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung,
pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis kanan
yang tidak terlihat di luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan
hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum
terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsul glisson, yang meliputi
seluruh permukaan organ ; kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di
permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka
untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.
Struktur mikroskopik :
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang
dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ
(gambar). Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas
lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi
vena sentralis. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang
dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak
seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kuffer. Sel
kuffer merupakan sistem monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang
terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai
pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteria hepatica yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga
terdapat saluran empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli (tidak
tampak), berjalan di tengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk
dalam hepatosit dieksresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran
empedu yang makin lama makin besar, hingga menjadi saluran empedu yang besar
(duktus koledokus).
Vena porta menerima aliran darah dari saluran limpa dan
pankreas. Darah vena porta ini berbeda dengan darah vena lain karena :
-
Tekanan sedikit lebih tinggi.
-
Oksigen lebih tinggi, karena aliran darah di daerah
splanknikus ini relatif lebih banyak.
-
Mengandung lebih banyak zat makanan.
-
Mengandung lebih banyak sisa-sisa bakteri dari saluran
pencernaan.
Volume total darah yang melalui hati 100 – 1500 ml tiap
menit dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri yang mengosongkannya
ke vena kava inverior.
b.
Fungsi Hati
Selain merupakan organ parenkim yang berukuran besar,
hati juga menduduki urutan pertama dalam hal banyaknya kerumitan dan ragam dari
fungsinya. Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh.
Dari berbagai fungsi tersebut diatas, secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa fungsi dasar hati adalah :
1.)
Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu.
2.)
Fungsi metabolik
3.)
Fungsi pertahanan tubuh
4.)
Fungsi vaskular hati
Fungsi Pembentukan dan Ekskresi Empedu
Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu
mengalirkan, kandungan empedu menyimpan dan mengeluarkan ke dalam usus halus
sesuai yang dibutuhkan. Hati mengekskresikan sekitar 1 liter empedu tiap hari.
unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu fosfolipid,
kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Oleh bakteri usus
halus sebagian besar garam empedu direabsorbsi dalam ileum, mengalami sirkulasi
ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan resekresi. Walaupun bilirubin
(pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak
mempunyai peran aktif, ia penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran
empedu, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang
berhubungan dengannya.
Fungsi Metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan juga memproduksi energi dan tenaga.
Zat tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah diabsorbsi oleh usus.
Monosaksarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan di simpan dalam hati
(glikogenesis). Dari depot glikogen ini mensuplai glukosa secara konstan ke
darah (glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa
dimetabolisme dalam jaringan unuk menghasilkan panas atau tenaga (energi) dan
sisanya diubah menjadi glikogen, disimpan dalam otot atau menjadi lemak yang
disimpan dalam jaringan subcutan. Hati juga mampu menyintetis glukosa dari
protein dan lemak (glukoneogenesis).
Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup.
Protein plasma, kecuali globulin gamma, disintetis oleh hati. Protein ini
adalah albumin yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid,
fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain.
Fungsi Pertahanan Tubuh
Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi
perlindungan, dimana fungsi detoksifikasi oleh enzim-enzim hati yang melakukan
oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi zat yang memungkinkan membahayakan
dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Fungsi
perlindungan dimana yang berperanan penting adalah sel kuffer yang berfungsi
sebagai sistem endoteal yang berkemampuan memfagositosis dan juga menghasilkan
immunolobulin.
Fungsi Vaskuler Hati
Setiap menit mengalir 1200 cc darah portal ke dalam hati
melalui sinusoid hati, seterusnya darah mengalir ke vena sentralis dan menuju
ke vena hepatika untuk selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Selain
itu dari arteria hepatika mengalir masuk kira-kira 350 cc darah. Darah arterial
ini akan masuk dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa jumlah
aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit.
3.
Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan
bahan-bahan kimia. Unit fungsional darah dari hepar disebut lobule karena
memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar. Pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal
pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang rusak dibuang dari tubuh oleh respon
imune digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya sebagian
besar oleh pasien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal
4.
Etiologi
a.
Virus.
b.
Bakteri (salmonella typhi).
c.
Obat-obatan.
d.
Racun (hepatotoxic).
e.
Alcohol.
5.
Klasifikasi
Terdapat dua jenis virus yang menjadi penyebab yaitu RNA
(Ribo Nucleic Acid) dan DNA (Deoksi Nucleic Acid).
Hepatitis virus A : RNA
Hepatitis virus B : DNA
Hepatitis virus B : DNA
Hepatitis virus C : RNA
Hepatitis virus D : RNA
Hepatitis virus E : RNA
Hepatitis virus D : RNA
Hepatitis virus E : RNA
6.
Manifestasi Klinik
Terdapat tiga stadium :
a.
Stadium pre ikterik
Berlangsung selama 4 – 7 hari, pasien mengeluh sakit
kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri perut
kanan atas, urine lebih coklat.
b.
Stadium ikterik, yang berlangsung selama 3 – 6 minggu.
Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh.
Keluhan berkurang tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah, tinja
mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan nyeri tekan.
c.
Stadium pasca ikterik (rekonvalensensi)
Ikterus mereda, warna urine dan tinja menjadi normal
lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat daripada orang dewasa, yaitu pada
akhir bulan kedua. Karena penyebab yang biasa berbeda.
7.
Penularan
|
HVA
|
HVB
|
HVC
|
HVD
|
HVE
|
|
|
|
|
|
|
Penularan
|
Fekal oral
Parenteral
|
Darah
Saliva
Seksual
|
Darah
Saliva
|
Darah
|
Fekal oral
|
Resiko
penularan untuk HVA yaitu : sanitasi buruk, institusi yang ramai seperti rumah
perawatan, rumah sakit jiwa, jasa boga, terinfeksi. Sedangkan resiko penularan
HVB aktivitas homoseksual, memiliki banyak pasangan seksual, memakai
obat-obatan melalui suntikan intravena, hemodialisis kronik, pekerja sosial di
bidang kesehatan, transfusi darah (sekarang sudah jarang karena ada pemeriksaan
rutin).
8.
Pencegahan
Karena terbatasnya pengobatan hepatitis, maka penekanan lebih
diarahkan pada pencegahan diataranya sebagai berikut :
a. Kini
tersedia globulin imun HBV tertinggi (HBIG) dan vaksin untuk pencegahan dan
pengobatan HBV, utamanya bagi petugas yang terlibat dalam kontak resiko tinggi
misalnya pada hemodialisis, transfusi tukar dan terapi parenteral perlu sangat
hati-hati dalam menangani peralatan parenteral tersebut.
b. Hindari
kontak langsung dengan barang yang terkontaminasi virus hepatitis akut.
c. Pelihara
personal hygiene dan lingkungan.
d. Gunakan
alat-alat disposible untuk suntik.
e. Alat-alat
yang terkontaminasi disterilkan.
9.
Penatalaksanaan
a.
Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup
bergizi merupakan anjuran yang lazim.
b.
Diet TKTP, pemberian makanan intravena mungkin perlu
selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah.
c.
Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga
gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
d.
Terapi sesuai instruksi dokter.
e.
Jaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
f.
Alat-alat makan disterilkan.
g.
Alat-alat tenun sebelum dicuci direndam dahulu dengan
antiseptik.
10. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah
perjalanan penyakit yang memanjang hingga 4 sampai 8 bulan. Keadaan ini dikenal
sebagai hepatitis kronis persisten. Sekitar 5 % dari pasien hepatitis virus
akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal yang dapat dihubungkan dengan
alkohol atau aktivitas fisik yang berlebihan setelah hepatitis virus akut
sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronik aktif dimana
terjadi kerusakan hati seperti digerogoti (picce meal). Akhirnya satu
komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan
karsinoma hepatoseluler.
11. Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Enzim-enzim serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH :
meningkat pada kerusakan sel hati dan pada keadaan lain terutama infark
miokardium.
b.
Bilirubin direk : meningkat pada gangguan eksresi
bilirubin terkonyugasi.
c.
Bilirubin indirek : meningkat pada gangguan hemolitik dan
sindrom gilbert.
d.
Bilirubin serum total : meningkat pada penyakit
hepatoseluler
e.
Protein serum total : kadarnya menurun pada berbagai
gangguan hati.
f.
Masa protrombin : meningkat pada penurunan sintetis
protrombin akibat kerusakan sel hati.
g.
Kolesterol serum : menurun pada kerusakan sel hati,
meningkat pada obstruksi duktus biliaris.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada sub bab ini penulis akan menguraikan tentang proses keperawatan
sebagai dasar dari pelayanan profesional.
Proses perawatan adalah metode pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah dan melaksanakan serta mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan tersebut. Untuk melaksanakan asuhan keperawatan digunakan suatu
pendekatan proses perawatan yang terdiri dari langkah-langkah ilmiah yaitu
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang kesemuanya saling
berkesinambungan dan dalam prakteknya dilaksanakan pada semua tingkat usia
dengan berbagai kondisi.
- Pengkajian
Pengkajian adalah merupakan tehap pertama dari
proses keperawatan, dimana data dikumpulkan.
Pada
klien dengan kelainan hati dapat ditemukan keluhan sebagai berikut :
a.
Data subyektif
Data subyektif adalah apa yang dilaporkan, diyakini atau dirasakan
pasien.
Penjelasan klien mengenai keluhan atau gejala dan perjalanan penyakit
merupakan data yang sangat berguna bagi perawat dalam merencanakan pada klien
dengan penyakit hati.
Diantara gejala-gejala potensial dapat terlihat sebagai berikut :
-
Anoreksia.
-
Malaise.
-
Mual dan muntah.
-
Sakit kepala.
-
Keluhan nyeri pada abdomen kanan atas.
-
Keluhan nyeri sendi.
-
Perubahan suasana hati (ansieti).
-
Riwayat penggunaan obat-obatan.
-
Riwayat terpapar secara tidak sengaja pada jarum atau
instrument yang terkontaminasi.
b.
Data obyektif
Data obyektif adalah apa yang diobservasi, contohnya tanda-tanda vital,
tingkah laku, pemeriksaan diagnostik.
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh dibutuhkan selama perawatan pasien
dengan disfungsi hati dapat memburuk dengan cepat. Ada beberapa faktor yang
menekan fungsi hati yang perlu diobservasi.
-
Berat badan.
-
Tanda-tanda vital.
-
Intake dan output.
-
Penampilan umum seperti : massa otot, warna kulit, dan
sclera.
-
Status mental.
-
Suara pernafasan dan usaha pernafasan.
-
Abdomen, termasuk lingkar perut.
-
Ekstremitas edema.
-
Warna urine dan faeces.
-
Perubahan suhu tubuh intermitten, mitten, dan continue.
-
Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas.
-
Teraba splenomegali (9 sampai 13 cm), terasa keras,
tajam, permukaan licin.
-
Area pembesaran pekak limpa.
Test Diagnostik
Beberapa tes diagnostik untuk menentukan luas dan seriusnya penyakit hati
seperti :
-
SGOT, SGPT, alkali fosfatase bilirubin serum
(meningkat).
-
Biopsi hati.
-
Foto abdomen, endoskopi, scan hati dan ultrasonografi.
- Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Tahap kedua dari proses keperawatan sering disebut
juga sebagai analisis, dan juga identifikasi masalah atau diagnosa keperawatan.
Lebih spesifik, identifikasi masalah adalah suatu proses
analisis data dengan menggunakan penentuan diagnosa atau suatu bentuk penilaian
klinik dimana pertimbangan, keputusan dan kesimpulan dibuat tentang makna dari
data yang sudah dikumpulkan dalam upaya untuk menentukan apakah ada atau tidak
intervensi keperawatan yang diperlukan.
Analisis adalah proses pemeriksaan dan mengkategorikan
informasi untuk mendapatkan sebuah kesimpulan tentang kebutuhan pasien.
Jadi analisa data pada pasien dengan disfungsi hati dan
pasien dengan kasus lain tidak ada perubahan.
Beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan penyakit hati antara lain :
a.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan keletihan atau
kelemasan sekunder terhadap infeksi.
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sekunder
terhadap anoreksia, muntah, perubahan absorbsi usus.
c.
Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, perawatan
di rumah sakit dan isolasi.
d.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan penularan serta penatalaksanaan
perawatan.
e.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang diakibatkan karena muntah, demam,
diare.
f.
Resiko terhadap perubahan perlindungan/resiko injury
berhubungan dengan profil darah atau koagulasi abnormal.
g.
Resiko terhadap kerusakan integritas jaringan kulit
yang berhubungan dengan ikterik dan pruritus.
- Perencanaan
Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan
dimana tujuan/hasil ditentukan dan intervensi dipilih.
Rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap
dua dan tahap tiga proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah/kebutuhan
pasien, tujuan, hasil perawatan dan intervensi untuk mencapai hasil yang
diharapkan dan menangani masalah/kebutuhan pasien.
Dari
beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada pasien penyakit hati dapat dilakukan
intervensi sebagai berikut :
a.
Diagnosa intolerans aktivitas.
Intervensi :
-
Pertahankan tirah baring dengan lingkungan yang tenang
; bantu klien dalam mencari posisi yang nyaman.
-
Bantuk dan ajarkan klien untuk berbalik setiap 2 jam
dan nafas dalam setiap ½ jam.
-
Ubah posisi dengan sering untuk meningkatkan rasa
nyaman.
-
Berikan aktivitas yang menghibur.
-
Bantu dengan dan ajarkan latihan rentang gerak pasif atau
aktif sementara pasien di tempat tidur.
-
Koordinasikan perawatan untuk memberikan waktu
istirahat yang direncakan.
-
Ambulasi dengan memberikan bantuan.
-
Kaji respon terhadap peningkatan aktivitas.
-
Berikan support terhadap kemajuan mencapai
ketidaktergantungan.
b.
Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Intervensi :
-
Kolaborasi dengan dokter, ahli gizi, dan berikan diet
lunak, pemantauan pemasukan protein, lemak dan karbohidrat.
-
Berikan makanan dalam jumlah kecil, sering, disajikan
dengan menarik.
-
Perbanyak cairan sampai 2500 ml/24 jam kecuali terdapat
kontra indikasi ; masukan jus buah dan makanan yang mengandung karbonat karena makanan tersebut
mudah dicerna.
-
Timbang BB klien setiap hari pada waktu yang sama
dengan pakaian dan alat penimbang yang sama.
-
Lakukan perawatan oral, terutama sebelum makan.
-
Pantau glukosa darah.
c.
Diagnosa ansietas
Intervensi :
-
Berikan dorongan dan sediakan waktu untuk
mengkomunikasikan rasa takut serta masalah.
-
Pertegas keterangan dokter tentang proses penyakit dan
rasional pengobatan.
-
Jelaskan tujuan prosedur isolasi pada pasien dan atau
orang terdekat.
-
Kaji pola koping saat ini dan bersikap mendukung dan
mengerti.
-
Berikan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang
terdekat.
-
Hindari tentang membuat penilaian tentang gaya hidup
pasien.
-
Kenakan pakaian yang berwarna cerah (biru, merah) untuk
mengaburkan ikterik.
d.
Diagnosa kurang pengetahuan.
Intervensi :
-
Berikan dan bicarakan instruksi diet tertulis tentang
jumlah protein, karbohidrat, dan lemak yang diperbolehkan ; jangan minum alkohol
selama 1 tahun.
-
Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan ; hindari
mengangkat berat badan, latihan yang melelahkan dan olahraga kontak badan,
latihan sampai batas toleransi dan perbanyak istirahat dan tidur.
-
Jelaskan sifat infeksi dan perlunya menghindari
menginfeksi yang lainnya sampai hasil pemeriksaan laboratorium sampai
menunjukkan hasil normal : pentingnya untuk tidak mendonorkan darah dan
menghindari orang lain yang mengalami infeksi terutama ISPA.
-
Berikan informasi tentang rehabilitasi obat-obatan bila
diperlukan.
-
Tekankan pentingnya untuk mengikuti perawatan tindak
lanjut selama 1 tahun.
- Pemeriksaan laboratorium teratur sesuai dengan pesanan
perawatan tindak lanjut dengan dokter.
-
Diskusikan gejala kekambuhan yang harus dilaporkan
kepada dokter.
e.
Diagnosa resiko kurangnya volume cairan.
Intervensi :
-
Pertahankan puasa bila muntah dan atau anoreksia
menetap.
-
Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit.
-
Kaji terhadap tanda dehidrasi ; turgor kulit, nadi dst.
-
Ukur masukan dan haluaran setiap 8 jam.
-
Pantau warna faeces dan urine, konsistensi dan
frekuensi defekasi.
-
Pantau terhadap asites, peningkatan ikterik, dan
disorientasi mental.
-
Pantau tanda-tanda vital.
f.
Diagnosa resiko terhadap perubahan perlindungan/resiko
injury.
Intervensi :
-
Kaji terhadap tanda perdarahan : membran mukosa, sisi
suntikan, emesis, faeces.
-
Pantau pemeriksaan koagulasi.
-
Gunakan jarum berdiameter kecil untuk suntikan dan
berikan tekanan lebih lama : tukar letak suntikan.
-
Evaluasi efektivitas pemberian vitamin K.
g.
Diagnosa resiko terhadap kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
-
Lakukan perawatan kulit dengan sering : hindari sabun
atau penggunaan sabun yang banyak busanya.
-
Berikan mandi pancuran : oleskan lotion.
-
Lakukan gosok punggung dan ganti posisi dengan sering.
-
Berikan dorongan untuk memotong kuku pendek atau
gunakan sarung tangan.
h.
Diagnosa resiko infeksi.
Intervensi :
-
Tekankan dan jelaskan tingkat kewaspadaan terhadap
darah dan cairan tubuh untuk mencegah penularan pada orang lain.
-
Pastikan bahwa semua kontak dilindungi terhadap
hepatitis.
-
Batasi pengunjung dengan infeksi : terutama ISPA.
-
Berikan diet nutrisi dengan cairan sampai 2000 ml/24
jam.
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana perawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi atau aktivitas
yang telah ditentukan
Agar impelementasi pelaksanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama dilakukan adalah mengidentifikasi
prioritas perawatan pasien. Kemudian, bila perawatan telah dilaksanakan,
langkah selanjutnya adalah memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian dengan menggunakan data, dilakukan evaluasi dan merevisi
rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
Implementasi pada pasien dengan hepatitis tidak ada perbedaan
dengan implementasi pada kasus yang lainnya.
- Evaluasi
Evaluasi adalah tahap
akhir dari proses perawatan. Proses yang kontinu yang penting untuk menjamim
kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang dilakukan dengan meninjau
respon pasien untuk menentukan keefektivan rencana perawatan dalam memenuhi
kebutuhan pasien.
Evaluasi dilaksanakan
berdasarkan hasil yang telah dicapai klien seperti di bawah ini :
-
Tanda-tanda dan gejala kembali normal.
-
Istirahat cukup dan nutrisi kembali adekuat.
-
Klien mengetahui proses penyakitnya.
-
Komplikasi tidak terjadi.
-
Kecemasan dapat teratasi.
-
Transmisi infeksi dapat dicegah.
Pada tahap evaluasi ini juga sangat berkaitan erat
dengan tujuan dari perencanaan tindakan yang akan diberikan kepada klien.
No comments:
Post a Comment