1.
Pengertian Bronkhitis
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk
produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling
sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat
penyebab lain.
2.
Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
a.
Anatomi sistem pernafasan
1)
Saluran pernafasan bagian atas
a)
Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung
vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh
sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang
ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
b)
Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring.
Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan
digestif.
c)
Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea.
Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga
melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
2)
Saluran pernafasan bagian bawah.
a)
Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang
panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus
utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan
dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
b)
Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan
lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir
vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan
dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan
kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus
dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut
pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda
asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
c)
Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel –
sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan penting.
b.
Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
1)
Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2)
dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
2)
Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel
jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses
yaitu :
1)
Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari
atmosfir ke alveoli paru.
2)
Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari
alveoli ke dalam kapiler paru.
3)
Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru
ke seluruh jaringan tubuh.
3.
Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya
bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan
dengan faktor keturunan dan status sosial.
a.
Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara
merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis
rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.
Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie.
c.
Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat –
zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.
Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu
problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini
menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.
Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih
jelek.
4.
Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi
dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai
dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk
produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus
tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan
polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut
dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus
meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel –
sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan
pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang
sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
5.
Manifestasi klinis
a.
Keluhan
1)
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin
lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita
terganggu tidurnya.
2)
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum
menjadi purulen atau mukopuruen dan kental.
3)
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah,
kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan
timbul kor pulmonal yang menetap.
b.
Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya
kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada
keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi
disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti
barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati
mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas
dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot
pernafasan tambahan.
6.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Pemeriksaan radiologis
1)
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis
yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah
bayangan bronchus yang menebal.
2)
Corak paru bertambah
b.
Pemeriksaan fungsi paru
1)
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) :
menurun.
2)
KV (kapasitas vital) : menurun (normal X ± 3,1 liter, Y ± 4,8 liter).
3)
VR (volume residu) : bertambah (normal X ± 1,1 liter, Y
±
1,2 liter).
4)
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal X 4,2 liter, Y
6,0 liter).
5)
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau
normal (normal X ± 1,8 liter, Y
±
2,2 liter).
c.
Analisa gas darah
1)
Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)
2)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
3)
Saturasi hemoglobin menurun.
4)
Eritropoesis bertambah.
7.
Penganganan
a.
Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
1)
Menghindari merokok
2)
Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
3)
Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
4)
Nutrisi yang baik.
5)
Hidrasi yang adekuat.
b.
Terapi khusus (pengobatan).
1)
Bronchodilator
2)
Antimikroba
3)
Kortikosteroid
c.
Terapi pernafasan
1)
Terapi aerosol
2)
Terapi oksigen
d.
Penyesuaian fisik
1)
Latihan relaksasi
2)
Meditasi
3)
Menahan nafas
4)
Rehabilitasi
8.
Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek
bergantung pada umur dan gejala klinik waktu berobat.
A.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan,
kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari –
hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan
pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan
tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependent
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan
faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas,
ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
Penurunan berat badan, peningkatan berat
badan
Tanda : Turgor kulit
buruk, edema dependen, berkeringat.
Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
Hygiene
Gejala : Penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk,
bau badan.
Pernafasan
Gejala : Batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut –
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa
cepat.
Penggunaan otot bantu pernafasan
Bentuk barel chest, gerakan diafragma
minimal.
Bunyi nafas ronchi
Perkusi hyperresonan pada area paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar
kuku, abu – abu keseluruhan.
Keamanan
Gejala : Riwayat
reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala : Penurunan
libido
Interaksi sosial
Gejala : Hubungan
ketergantungan
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang
dekat
Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan
untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga
lain.
Pemeriksaan diagnostik :
a.
Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru,
mendatarnya diafragma, peningkata area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi.
b. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat
obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
c.
TLC : Meningkat
d.
Volume residu : Meningkat.
e.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
f.
GDA : PaO2 dan PaCO2
menurun, pH Normal.
g.
Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
h.
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
i.
EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P
pada lead II, III, AVF.
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
c.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
broncokontriksi, mukus.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
e.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
f.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
g.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.
3.
Perencanaan Keperawatan
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret.
1)
Tujuan :
a)
Mempertahankan jalan nafas paten.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b)
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses
infeksi akut.
c)
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan
cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
d)
Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk
dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau
kelemahan
e)
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi
membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
b.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
1)
Tujuan :
a.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna
dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
b)
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman
oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
c)
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi
nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
d)
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia,
disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
e)
Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2
menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
f)
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi
hasil GDA
Rasional : Dapat
memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
c.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
broncokontriksi, mukus.
1)
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
2) Rencana Tindakan:
a)
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan
bibir
Rasional : Membantu
pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas
lebih efisien dan efektif.
b)
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode
istirahat
Rasional : memungkinkan
pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c)
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot
pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan
dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
1)
Tujuan :
a.
Menunjukkan peningkatan berat badan.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien
distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b)
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan
bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c)
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa
tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
d)
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna
menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
e)
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan
kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
e.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
1)
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah
resiko tinggi
2)
Rencana Tindakan:
a)
Awasi suhu.
Rasional : Demam
dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b)
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret
berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c)
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah
penyebaran patogen.
d)
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi
dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap
infeksi.
e)
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat
diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
f.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
1)
Tujuan :
a.
Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
2)
Rencana tindakan:
a)
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Rasional : Otot-otot
yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
g.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
1)
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan
dan ansietas.
2)
Rencana tindakan:
a)
Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan
mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
b)
Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan
yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang
dialami.
c)
Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan
masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
d)
Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan
yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan
perawatan dan pengobatan.
e)
Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan
kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas
kesembuhannya.
h
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
1)
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit
dan tindakan.
2)
Intervensi :
a.
Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan
ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
b.
Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan
latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas
bibir dan nafas abdominal membantu
meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
c.
Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi
misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor
lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret
jalan nafas.
4.
Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.
Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya
untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan
masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi,
memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana
Asuhan Keperawatan)
5.
Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah
mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan
bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan
kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan
respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin
diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu
: jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan
nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat,
kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi
Anna, 1994, Proses Keperawatan)
No comments:
Post a Comment