Thursday, January 30, 2014

BONTOA DALAM SEJARAH MARUSU




'Mendialogkan’ Bontoa dalam Sejarah Marusu’


Sejarah, menurut E.H.Carr, Merupakan  interaksi berkesinambungan antara sejarawan (atau siapapun yang melakukan studi sejarah) dengan fakta masa lampau yang dimilikinya. Dengan demikian sejarah merupakan semacam ”proses dialog” terus menerus antara sejarawan atau peminat sejarah yang hidup dari masa kini dengan peristiwa / pelaku – pelaku peristiwa di masa lampau. (Asvi Warman Adam, 2004 : 113 dalam Wardaya, 2007 : 15).Dalam penulisan sejarah, tekanan tidak hanya terletak pada ”apa sebenarnya yang terjadi di masa lampau”, melainkan juga pada bagaimana sejarawan atau kita semua ”berdialog” dengan fakta masa lalu itu. Itulah sebabnya sering dikatakan penulisan sejarah harus terus dilakukan dan setiap generasi perlu menulis sejarahnya sendiri. Dipahami dengan cara demikian sejarah bukan hanya menyangkut urusan masa lampau, melainkan juga erat terkait dengan masa kini, dan selanjutnya dengan masa depan. (Makkulau, 2008).

Memahami sejarah dengan cara demikian, penulis memberanikan diri untuk menghadirkan fakta – fakta masa lampau itu, sebagai upaya ”berdialog” atau ”mendialogkan” Sejarah Kekaraengan Bontoa sebagai bagian tak terpisahkan dari Sejarah Daerah Marusu’. Dalam konteks kesejarahan Sulawesi Selatan, Bontoa merupakan satu kekuatan politik ekonomi lokal yang turut hadir dalam gelombang besar ekspansi Kerajaan Gowa ke utara sejak masa kekuasaan Karaeng Tunipalangga. Raja Gowa X inilah yang memerintahkan I Mannyarang, putra dari I Pasiri Daeng Mangngasi Karaeng Labbua Tali Bannangna, Karaeng Bangkala III dari isterinya I Daeng Takammu Karaeng Bili' Tangngayya untuk menjadi karaeng maggau’ di wilayah tersebut.

Dalam buku ini, ”proses dialog” dengan fakta masa lampau yang dihadirkan itu, menyangkut riwayat dan silsilah kekaraengan Bontoa sejak Kekaraengan Bontoa didirikan oleh I Mannyarang (Karaeng Bontoa I) sampai Andi Muhammad Yusuf Daeng Mangngawing (Karaeng Bontoa XXII sekaligus Karaeng Bontoa terakhir), kompleksitas latar sejarah yang mewarnainya dalam hubungan silsilahnya dengan Kedatuan Luwu, Arung Tanete, Kerajaan Bangkala (Jeneponto), Kasombanga ri Gowa, Mangkaue ri Bone serta hubungan kekerabatan Bontoa sendiri dengan Toddo Limayya ri Marusu’ lainnya, yaitu Marusu’, Simbang dan Tanralili, Lau.Tentunya upaya ’mendialogkan’ sejarah Bontoa dalam konteks Sejarah Daerah Marusu’ akan lebih arif jika kita semua mau mengakui kehadiran Randji Silsilah Regent van Bontoa tulisan J A B van de Broor (1928) sebagai fakta yang terlupakan dan dilupakan selama ini. Meski mengungkap satu sisi yang berbeda, namun paling tidak banyak bagian dari silsilah tersebut yang justru menjadi titik terang upaya pengungkapan sejarah Toddo Limayya ri Marusu’ lainnya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan ”proses dialog” itu tetap dilanjutkan agar kita semua tidak tenggelam dalam kegelapan sejarah.
Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat adanya. Wassalam.
Ditulis di Batam, 05 Pebruari 2011

Muhammad Aspar
Unknown Web Developer

No comments:

Post a Comment