Tuesday, February 4, 2014

FRAKTUR HUMERUS




A.    Konsep Dasar Medik

1.      Pengertian patah tulang
a.       Patah tulang        :   Hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisik, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
(Prof. Chairuddin Rasjad, Ph. D. Ilmu Bedah Orthopedi, hal 388).
b.      Patah tulang        :   Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, Ilmu Ajar Bedah, hal 1138).
c.       Patah tulang        :   Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
(Sylvia, A. Price Lorraine M. Wilson Patofisiologi, hal 1183).
d.      Patah tulang        :   Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan.
(Kapita Selekta Kedokteran, edisi kedua, hal 384).
2.      Penyebab patah tulang
a.       Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang, seperti benturan dan cedera.
b.      Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis.
(Menurut Barbara C. Long, 1989, hal : 297).
 3.      Anatomi dan fisiologi tulang
a.       Pengertian tulang
Tulang terdiri dari  materi intra sel, baik berupa sel yang hidup ataupun sel yang tidak hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embriohialin tulang rawan melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang disebut osteoblas. Kualitas kerasnya tulang merupakan hasil deposit kalsium.
(Barbara C. Long, hal 302).
b.      Fungsi tulang
(Prof. Chaeruddin Rasjad, Ph.D. Ilmu Bedah Ortopedi)
1.)    Membentuk rangka badan.
2.)    Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
3.)    Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sum-sum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4.)    Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
5.)    Sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan lain yaitu sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.
c.       Klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya.
(Barbara C. Long, Bagian II Hal. 302)
1.)    Tulang panjang (femur, homerus, dan tibia).
2.)    Tulang pendek (carpals).
3.)    Tulang ceper (tulang tengkorak).
4.)    Tulang yang tidak beraturan ; vertebrae (sama dengan tulang pendek).
5.)    Tulang sesamoid.
Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Misalnya patella.

d.      Struktur tulang humerus (tulang panjang).
Tulang panjang mempunyai 3 bagian yaitu :
1.)    Diafisis/batang
Bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian ini tersusun dari bagian kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, disusun oleh tulang trabekuler atau tulang spongiosa yang mengandung sum-sum merah.
2.)    Metafisis
Metafisis menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlengketan tendon dan ligamen pada epifisis.
3.)    Epifisis
Letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.
Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu :
(Sylvia A. Price. Patofisiologi. Buku 2, EGC, hal : 1184)
a.       Osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osfiksasi.
b.      Osteosit
Sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c.       Osteoklas
Sel-sel besar berinti yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi, osteoklas ini mengikis tulang.
4.      Patofisiologi
Tulang dikatakan fraktur atau patah bila terdapat interupsi dari kontinuitas jaringan tulang, biasanya fraktur disertai cedera jaringan di seputarnya yaitu ligamen, otot, tendo, pembuluh darah dan persyarafan. Trauma ini terjadi pada patah tulang dapat menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan seseorang memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur : seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta organ lain yang berdekatan dapat dirusak pada waktu orang lain ataupun karena mencuatnya tulang yang patah. Apabila kulit sampai robek, hal ini akan menyebabkan potensial injeksi. Tulang memiliki sangat banyak pembuluh darah, akibat dari fraktur yang keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan lunak atau pada luka yang terbuka. Luka dan keluarnya darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.

5.      Pembagian patah tulang
  (Klasifikasi patah tulang/fraktur)
(Prof. Chaeruddin Rasjad, Ph.D. Fraktur dan Dislokasi. 1995. FKUH)
a.       Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.
1.)    Closed frakture (fraktur tertutup).
Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka pada kulit.
2.)    Compound fracture (fraktur terbuka).
Adanya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan dunia luar.
b.      Berdasarkan jenisnya
1.)    Fraktur komplit :
Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang.
2.)    Fraktur tidak komplit :
Garis fraktur tidak mengenai seluruh korteks.
c.       Berdasarkan garis fraktur
1.)    Fraktur transversa.
Garis fraktur memotong secara transversal.
Sumbu longitudinal.
2.)    Fraktur obliq.
Garis fraktur memotong secara miring sumbu longitudinal.
3.)    Fraktur spiral.
Garis fraktur berbentuk spiral.
4.)    Fraktur butterfly.
Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan melebar ke samping.
5.)    Fraktur impacted (kompresi).
Kerusakan tulang disebabkan oleh gaya tekanan searah sumbu tulang.
6.)    Fraktur avulsi.
Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat dari ligamen.
d.      Berdasarkan garis patah.
1.)    Fraktur kominutif
Fragmen fraktur lebih dari dua.
2.)    Fraktur segmental
Pada satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur yang besar.
3.)    Fraktur multiple
Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.
6.      Gambaran klinik
a.       Deformitas.
b.      Bengkak atau penumpukan cairan/daerah karena kerusakan pembuluh darah.
c.       Echimiosis.
d.      Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur.
e.       Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan fraktur yang meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
f.       Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
g.      Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot.
h.      Pergerakan abnormal (menurunnya rentang gerak).
i.        Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakkan.
j.        Hasil foto rontgen yang abnormal.
k.      Shock yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa nyeri yang hebat.
3.      Proses penyembuhan tulang
Proses penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian tulang :
a.       Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :
1.)    Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
2.)    Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi. Penyembuhan-penyembuhan fraktur sekitar terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berfroliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis modularis.
3.)    Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis).
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4.)    Fase konsolidasi (fase union secara radiologi).
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-perlahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5.)    Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.
b.      Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula. Bila vaskularisasi/kontak baik, maka penyembuhannya cepat.
c.       Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena epifisis aktif dalam pembentukan tulang.
d.      Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada celah fraktur akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan kembali menjadi tulang rawan hialin dimungkinkan bila dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna khusus dengan CPM (Continous Passive Movement).
7.      Faktor yang berpengaruh dalam kecepatan penyembuhan fraktur.
1.)    Umur penderita.
2.)    Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
3.)    Pergeseran awal fraktur.
4.)    Vaskularisasi pada kedua fragmen.
5.)    Reduksi serta imobilisasi.
6.)    Waktu imobilisasi.
7.)    Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak).
8.)    Adanya infeksi.
9.)    Cairan sinovia.
10.)    Gerakan aktif dan pasif anggota gerak.
5.      Penatalaksanaan Fraktur
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a.       Recognisi/pengenalan.
Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.
b.      Reduksi/manipulasi.
Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
c.       Retensi/memperhatikan reduksi.
Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
d.      Traksi
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.

e.       Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
f.       Operation/pembedahan
Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai
6.      Komplikasi fraktur
Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi setahap akan mengalami proses penyembuhan tetapi ada juga yang menderita ketidakmampuan fisik akibat komplikasi seperti :
a.       Mal union
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan.
b.      Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
c.       Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 – 8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).

7.      Fraktur humerus
Fraktur humerus dapat terjadi pada :
a.       Fraktur epifisis humerus
Fraktur epifisis humerus adalah fraktur lempeng epifisis tipe II (Salter-Harris).
Mekanisme trauma :
Biasanya terjadi pada anak – anak yang jatuh dalam posisi hiper – ekstensi, misalnya jatuh pada saat mengendarai sepeda/kuda.
b.      Frektur metafisis humerus
Fraktur metafisis biasanya tidak mengalami pergeseran dan pada keadaan ini terapi konservatif merupakan pilihan pengobatan. Fraktur metapisis dengan pergeseran biasanya bagian distal menembus kearah muskulus deltoid sampai subkutan. Pada keadaan ini biasanya perlu dilakukan tindakan operasi untuk melepaskan fragmen.
c.       Fraktur daerah diafisis
Terjadi karena adanya trauma langsung atau trauma putar pada daerah humerus.

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.

Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien.
Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga diketahui kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data merupakan pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Dalam pengkajian data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang sebagai berikut :
a.       Pengumpulan data.
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menggali data dari berbagai sumber yang mendukung dan mempengaruhi timbulnya masalah. Sumber data tersebut berasal dari klien, keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya. Status serta pemeriksaan laboratorium dan radiology.
Data yang dikumpulkan :
(1.)     Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
(2.)     Identitas penanggung : nama, alamat, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat, hubungan keluarga.
(3.)     Riwayat kesehatan antara lain :
a.)    Keluhan utama : nyeri
b.)    Riwayat keluhan utama : pada riwayat keluhan utama akan nampak apa yang dirasakan klien saat itu seperti nyeri tungkai sebelah kanan akibat fraktur. Sifat nyeri, lokasi, dan penyebaran, hal-hal yang meringankan/memperberat. Keluhan lain yang menyertai : demam, kelemahan, nyeri dada dan batuk, konstipasi.
c.)    Riwayat keluhan masa lalu akan memberikan informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
(4.)     Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, terhadap berbagai sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a.)    Keadaan umum :
Pada klien dengan imobilisasi dengan fraktur femur perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya meliputi : penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya bicara, karena klien yang diimobilisasi biasanya akan mengalami kelemahan, kebersihan diri kurang, bentuk tubuh kurus akibat adanya penurunan BB, tapi gaya bicaranya masih normal, kesadarannya komposmentis.
b.)    Sistem pernafasan
Immobilisasi pasien dengan fraktur berpengaruh pada pengembangan paru dan imobilisasi sekret pada jalan nafas.
Kurangnya pergerakan, kurang rangsang batuk kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan berkumpul pada bronchus dan broncheolus menyebabkan tachipnea.
c.)    Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji dari warna konjungtiva, warna bibir ada tidaknya peningkatan tekanan vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung. Pada daerah dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi. Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), hipotensi (kehilangan darah). Nadi disertai tidak teraba bagian yang cedera, pengisian kapiler lambat.
d.)   Sistem pencernaan
Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini seperti konstipasi merupakan komplikasi yang sering akibat imobilisasi, perubahan makanan dan minum yang normal, kurang kegiatan.
e.)    Sistem genitourinari
Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genetalianya bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
 
f.)     Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah :
Otot : inspeksi mengenai ukuran otot pada daerah fraktur yaitu adanya kelemahan, atropi karena tidak digunakan.
Amati otot dan tendon untuk mengetahui kemungkinan mengalami kontraktur.
Palpasi pada otot saat istirahat untuk mengetahui tonus otot. Palpasi otot pada saat bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas) kekuatan otot dinilai dalam 5 tingkatan gradasi.
Skala
Kenormalan/

Kekuatan %

Ciri-ciri
0
1

2


3
4

5
0
10

25


50
75

100
Paralisis total.
Tidak ada gerakan teraba/terlihat adanya kontraksi otot.
Gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan gerakan normal menentang gravitasi.
Gerakannya normal menentang gravitasi.
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan.
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tekanan penuh.
Tulang         :   Kenormalan susunan tulang dan deformitas.
Palpasi tulang adanya edema atau nyeri tekan
Persendian   :   Palpasi adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, krepitasi, rentang gerak (range of motion).
g.)    Sistem integumen
Kehilangan integritas kulit (abrasi, decubitus) disebabkan karena gesekan, tekanan jaringan bergeser satu dengan yang lain, berkeringat, kenaikan suhu pada perabaan.
h.)    Sistem neurosensori
Hilangnya gerakan/sensasi, kesemutan/kebas (parestesi).
Spasme otot.
(5.)     Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami fraktur meliputi : frekuensi makan, porsi makan, kwantitas minum, eliminasi yang meliputi BAB serta BAK, personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut, dan menggunting kuku, olahraga dan istirahat).
(6.)     Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien immobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem yang lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri). Dan hubungan atau interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan di mana ia berada.
Pada klien dengan fraktur dan immobilisasi, adanya perubahan pada konsep diri terjadi secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur.
(7.)     Data spiritual
Klien dengan fraktur perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan-keyakinan, harapan, serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhannya. Apakah klien masih bisa melakukan ibadah shalat seperti biasanya.

(8.)     Data penunjang
a.)    Pemeriksaan diagnostik.
-          Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur.
-          Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
-          Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
b.)    Pemeriksaan laboratorium.
-          Hitung darah lengkap, Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
Hb bila kurang dari 10 mg % menandakan anemia dan jumlah leukosit bila lebih dari 10.000/mm3 menandakan adanya infeksi.
-          Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens dan ginjal.
-          Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
b.      Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang aktual atau potensial di mana perawat pendidikan dan pengalamannya mampu mengatasinya.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur sebagai berikut :
1.)    Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan fraktur (kehilangan integritas tulang).
2.)    Nyeri berhubungan dengan otot, pergerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas.
3.)    Resiko tinggi terhadap disfungsi perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
4.)    Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler.
5.)    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
6.)    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup dan mobilisasi.
7.)    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasif, traksi tulang.
8.)    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah informasi/tidak mengenal sumber informasi.
9.)    Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living) berhubungan dengan immobilisasi.
10.)    Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan fraktur ; tindakan traksi.
11.)    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
2.      Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien, maka langkah selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan tersebut melalui suatu perencanaan yang baik.
a.)    Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan fraktur.
(1.) Tujuan :
-          Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur.
-          Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur.
-          Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan tepat.
(2.) Tindakan/intervensi :
(a.)     Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional  :   Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.
(b.)    Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
Rasional     :   Tempat tidur empuk atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan traksi.
(c.)     Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan tronkanter, papan kaki.
Rasional     :   Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat dari bantal dan juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
(d.)    Pertahankan posisi/integritas traksi.
Rasional     :   Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan.
(e.)     Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung ; hindari mengangkat/menghilangkan berat.
Rasional     :   Jumlah beban traksi optimal dipertahankan, catatan memasukkan gerakan bebas beban selama mengganti posisi pasien menghindari penarikan berlebihan tiba-tiba pada fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme otot.
(f.)     Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck atau tidak memutar di bawah pergelangan dengan traksi Russel.
Rasional     :   Mempertahankan integritas tarikan traksi sehingga traksi berfungsi tepat untuk menghindari interupsi penyambungan fraktur.
(g.)    Kaji ulang foto/evaluasi.
Rasional     :   Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
b.)    Nyeri berhubungan dengan otot, gerakan fragmen tulang, alat traksi.
(1.) Tujuan :
-          Menyatakan nyeri hilang.
-          Menunjukkan tindakan santai ; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan cepat.
-          Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi.
(2.) Intervensi :
(a.)     Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.
Rasional     :   Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.
(b.)    Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional     :   Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri.
(c.)     Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional     :   Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
(d.)    Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
Rasional     :   Meningkatkan sirkulasi umum ; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
(e.)     Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non narkotik.
Rasional     :   Menghambat reseptor nyeri dan menurunkan ambang nyeri atau spasme otot.

c.)    Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer.
(1.) Tujuan :
-          Mempertahankan perfusi jaringan.
(2.) Intervensi :
(a.)     Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional     :   Kembalinya warna cepat (3 – 5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.
(b.)    Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan fungsi motorik/sensori.
Rasional     :   Gangguan perasaan bebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi syaraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
(c.)     Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.
Rasional     :   Panjang dan posisi syaraf parineal meningkatkan resiko cedera pada adanya fraktur kaki, edema/sindrom kompartement, atau melapisi alat traksi.
(d.)    Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan/pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan dengan yang tak cedera.
Rasional     :   Peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/edema umum tetapi menunjukkan perdarahan.
(e.)     Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat, cyanosis, kulit dingin.
Rasional     :   Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
(f.)     Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi.
Rasional     :   Menurunkan edema/pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi.
(g.)    Awasi hemoglobin/hematokrit, pemeriksaan koagulasi.
Rasional     :   Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi penggantian.

d.)   Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
(1.) Tujuan :
-          Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat.
(2.) Intervensi :
(a.)     Awasi frekuensi pernafasan.
Rasional     :   Takipnea, dispnea dan insufisiensi pernafasan.
(b.)    Auskultasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan bunyi hiperesonan, juga adanya gemericik, ronchi, mengi, dan inspeksi mengorok/sesak nafas.
Rasional     :   Perubahan dalam/adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
(c.)     Observasi sputum untuk tanda adanya darah.
Rasional     :   Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.
(d.)    Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting pada aksilla meluas ke abdomen/tubuh, mukosa mulut kantong konjungtiva dan retina.
Rasional     :   Ini adalah karakteristik yang paling nyata dari tanda emboli lemak,. Yang tampak dalam 2 – 3 hari setelah cedera.
(e.)     Berikan tambahan oksigen bila diindikasikan.
Rasional     :   Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan.
(f.)     Berikan obat sesuai indikasi, heparin dosis rendah.
Rasional     :   Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya tromboplebitis.

e.)    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
(1.) Tujuan
-          Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.
(2.) Intervensi
(a.)     Kaji derajat imobilitas fisik yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilitas.
Rasional     :   Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan intervensi/informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
(b.)    Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tidak sakit.
Rasional     :   kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan massa otot.
(c.)     Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional     :   Menurunkan resiko kontraksi fleksi pinggul.
(d.)    Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk tongkat, sesegera mungkin, instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Rasional     :   Mobilisasi dini merupakan komplikasi tirah baring/contoh decubitus.
(e.)     Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.
Rasional     :   pada cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat. Sering mengakibatkan penurunan berat badan, selama traksi tulang ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan.
(f.)     Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabiltasi spesialis.
Rasional     :   Untuk membuat aktivitas individual/program latihan pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan dan aktivitas yang mengandalkan berat badan.

f.)     Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka.
(1.) Tujuan
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
(2.) Intervensi
(a.)     Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional     :   Berikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan gips/beban/traksi.
(b.)    Ubah posisi dengan sering, dorong penggunaan trapeze bila mungkin.
Rasional     :   Untuk mengurangi tekanan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit, penggunaan trapeze dapat menurunkan abrasi pada siku/tumit.
(c.)     Bersihkan kelebihan plester dari kulit saat masih basah, bila mungkin.
Rasional     :   Plester yang kering dapat melekat ke dalam gips yang telah lengkap menyebabkan kerusakan kulit.
(d.)    Gunakan plester traksu kulit dengan memanjang pada posisi tungkai yang sakit.
Rasional     :   Plester traksi melingkari tungkai dapat mempengaruhi pada sirkulasi.
(e.)     Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional     :   meminimalkan tekanan pada area ini.

g.)    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, , prosedur invasif, traksi tulang.
(1.) Tujuan
-          Mencegah terjadinya infeksi untuk mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
(2.) Intervensi
(a.)     Infeksi kulit akibat adanya iritasi atau robekan kontinuitas jaringan.
Rasional     :   Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi.
(b.)    Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional     :   Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan terjadinya infeksi silang.
(c.)     Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainage yang tak sedap atau asam.
Rasional     :   Tanda perkiraan infeksi gas gangren.
(d.)    Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema lokal/eritema ekstremitas cedera.
Rasional     :   Dapat mengidentifikasikan adanya osteomielitis.
(e.)     Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik IV/topikal.
Rasional     :   Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme.
(f.)     Berikan irigasi luka sesuai indikasi yang ada.
Rasional     :   Debridemen luka menurunkan mikroorganisme dan insiden infeksi sistemik.

h.)    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah informasi.
(1.) Tujuan
-          Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
(2.) Intervensi
(a.)     Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional     :   Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. Catatan : fiksasi internal dapat mempengaruhi kekuatan tulang dan intramedulla atau piringan mungkin diangkat beberapa hari kemudian.
(b.)    Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional     :   Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses perlambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan penggunaan alat ambulasi.
(c.)     Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional     :   Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan yang dapat bantuan.
(d.)    Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional     :   Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
(e.)     Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
Rasional     :   Menurunkan resiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi ostemielitis.
(f.)     Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : nyeri berat, demam tinggi, bau tak enak.
Rasional     :   Intervensi cepat menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi/gangguan sirkulasi.

i.)      Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living) berhubungan dengan immobilisasi.
(1.) Tujuan
Kebutuhan rawat diri terpenuhi.
(2.) Intervensi
(a.)     Kaji tingkat kemampuan klien dalam merawat dirinya.
Rasional     :   Mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam merawat dirinya.
(b.)    Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan anjurkan klien agar dapat mengerjakan sebanyak mungkin untuk dirinya (memandikan klien).
Rasional     :   Perawatan ini membantu memelihara harga diri dan kembali untuk hidup tanpa tergantung kepada orang lain.
(c.)     Sediakan waktu klien dalam melakukan aktivitas dengan segenap kemampuannya.
Rasional     :   Mengurangi frustasi yang sering menyertai kesulitan yang dihadapi bila belajar.
(d.)    Berikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai oleh klien dalam menolong dirinya.
Rasional     :   Untuk memotivasi agar mematuhi program rehabilitasi secara kontinyu.

j.)      Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan fraktur ; tindakan traksi.
(1.) Tujuan
Klien dapat melakukan interaksi dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
(2.) Intervensi
(a.)     Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Rasional     :   Dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
(b.)    Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi yang biasanya.
Rasional     :   Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah.
(c.)     Perhatikan prilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata/yang diterima.
Rasional     :   Dibutuhkan pada masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi.

k.)    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
(1.) Tujuan
Mewujudkan kemampuan untuk mengatasi masalah.
(2.) Intervensi
(a.)      Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis.
Rasional     :   Dapat mengurangi kecemasan dan ketidakmampuan pasien untuk membuat keputusan/pilihan berdasarkan realita.
(b.)      Berikan lingkungan terbuka di mana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri untuk berbicara.
Rasional     :   Membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi sekarang tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan perasaan harga diri dan kontrol.
(c.)      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten, juga dukungan untuk orang terdekat.
Rasional     :   menciptakan interaksi interpersonal yang lebih baik dan menurunkan ansietas dan rasa takut.
(d.)     Libatkan orang terdekat sesuai petunjuk pada pengambilan keputusan bersifat mayor.
Rasional     :   Menjamin adanya sistem pendamping bagi pasien dan memberikan kesempatan orang terdekat untuk berpartisipasi dalam kehidupan pasien.

3.      Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncakan oleh perawat.
Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
a.       Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b.      Mengidentifikasi respon klien.
c.       Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
-          Kebutuhan klien.
-          Dasar dari tindakan.
-          Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat.
-          Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri.
-          Sumber-sumber dari instansi.

4.      Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan fraktur dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal dengan fraktur.
 

Unknown Web Developer

No comments:

Post a Comment