A. Konsep Dasar Medik
1.
Pengertian patah tulang
a.
Patah tulang : Hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisik, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
(Prof. Chairuddin Rasjad, Ph. D. Ilmu
Bedah Orthopedi, hal 388).
b.
Patah tulang : Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, Ilmu
Ajar Bedah, hal 1138).
c.
Patah tulang : Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik.
(Sylvia, A. Price Lorraine M. Wilson Patofisiologi,
hal 1183).
d.
Patah tulang : Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang
rawan.
(Kapita Selekta Kedokteran, edisi
kedua, hal 384).
2.
Penyebab patah tulang
a.
Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang
lebih besar daripada daya tahan tulang, seperti benturan dan cedera.
b.
Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan
fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau
osteoporosis.
(Menurut Barbara C. Long, 1989, hal : 297).
3.
Anatomi dan fisiologi tulang
a.
Pengertian tulang
Tulang terdiri dari
materi intra sel, baik berupa sel yang hidup ataupun sel yang tidak
hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embriohialin tulang rawan melalui
osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang disebut
osteoblas. Kualitas kerasnya tulang merupakan hasil deposit kalsium.
(Barbara C. Long, hal 302).
b.
Fungsi tulang
(Prof. Chaeruddin Rasjad, Ph.D. Ilmu Bedah
Ortopedi)
1.)
Membentuk rangka badan.
2.)
Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
3.)
Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan
alat-alat dalam, seperti otak, sum-sum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4.)
Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan
garam.
5.)
Sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan lain yaitu
sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih dan trombosit.
c.
Klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya.
(Barbara C. Long, Bagian II Hal. 302)
1.)
Tulang panjang (femur, homerus, dan tibia).
2.)
Tulang pendek (carpals).
3.)
Tulang ceper (tulang tengkorak).
4.)
Tulang yang tidak beraturan ; vertebrae (sama dengan
tulang pendek).
5.)
Tulang sesamoid.
Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan
didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Misalnya patella.
d.
Struktur tulang humerus (tulang panjang).
Tulang panjang mempunyai 3 bagian yaitu :
1.)
Diafisis/batang
Bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian ini
tersusun dari bagian kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, disusun oleh
tulang trabekuler atau tulang spongiosa yang mengandung sum-sum merah.
2.)
Metafisis
Metafisis menopang sendi dan menyediakan daerah yang
cukup luas untuk perlengketan tendon dan ligamen pada epifisis.
3.)
Epifisis
Letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.
Tulang
tersusun dari 3 jenis sel yaitu :
(Sylvia A.
Price. Patofisiologi. Buku 2, EGC, hal : 1184)
a.
Osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osfiksasi.
b.
Osteosit
Sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c.
Osteoklas
Sel-sel besar berinti yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi, osteoklas ini mengikis tulang.
4.
Patofisiologi
Tulang dikatakan
fraktur atau patah bila terdapat interupsi dari kontinuitas jaringan tulang,
biasanya fraktur disertai cedera jaringan di seputarnya yaitu ligamen, otot,
tendo, pembuluh darah dan persyarafan. Trauma ini terjadi pada patah tulang
dapat menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan seseorang memiliki
keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan lunak yang
terdapat di sekitar fraktur : seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta
organ lain yang berdekatan dapat dirusak pada waktu orang lain ataupun karena
mencuatnya tulang yang patah. Apabila kulit sampai robek, hal ini akan
menyebabkan potensial injeksi. Tulang memiliki sangat banyak pembuluh darah,
akibat dari fraktur yang keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan lunak atau
pada luka yang terbuka. Luka dan keluarnya darah tersebut dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri.
5.
Pembagian patah tulang
(Klasifikasi
patah tulang/fraktur)
(Prof. Chaeruddin Rasjad, Ph.D. Fraktur dan
Dislokasi. 1995. FKUH)
a.
Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.
1.)
Closed frakture (fraktur tertutup).
Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka pada kulit.
2.)
Compound fracture (fraktur terbuka).
Adanya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
dunia luar.
b.
Berdasarkan jenisnya
1.)
Fraktur komplit :
Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang.
2.)
Fraktur tidak komplit :
Garis fraktur tidak mengenai seluruh korteks.
c.
Berdasarkan garis fraktur
1.)
Fraktur transversa.
Garis fraktur memotong secara transversal.
Sumbu longitudinal.
2.)
Fraktur obliq.
Garis fraktur memotong secara miring sumbu longitudinal.
3.)
Fraktur spiral.
Garis fraktur berbentuk spiral.
4.)
Fraktur butterfly.
Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan melebar ke
samping.
5.)
Fraktur impacted (kompresi).
Kerusakan tulang disebabkan oleh gaya tekanan searah
sumbu tulang.
6.)
Fraktur avulsi.
Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat dari
ligamen.
d.
Berdasarkan garis patah.
1.)
Fraktur kominutif
Fragmen fraktur lebih dari dua.
2.)
Fraktur segmental
Pada satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur
yang besar.
3.)
Fraktur multiple
Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.
6.
Gambaran klinik
a.
Deformitas.
b.
Bengkak atau penumpukan cairan/daerah karena kerusakan
pembuluh darah.
c.
Echimiosis.
d.
Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar
fraktur.
e.
Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan fraktur
yang meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian
fraktur.
f.
Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya
gangguan saraf, di mana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen
tulang.
g.
Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena
ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot.
h.
Pergerakan abnormal (menurunnya rentang gerak).
i.
Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila
fraktur digerakkan.
j.
Hasil foto rontgen yang abnormal.
k.
Shock yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan
rasa nyeri yang hebat.
3.
Proses penyembuhan tulang
Proses
penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian tulang :
a.
Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5
fase, yaitu :
1.)
Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
2.)
Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai
suatu reaksi. Penyembuhan-penyembuhan fraktur sekitar terjadi karena adanya
sel-sel osteogenik yang berfroliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas
seluler dalam kanalis modularis.
3.)
Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis).
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari
setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium
membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven
bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus sudah terlihat dan merupakan indikasi
radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4.)
Fase konsolidasi (fase union secara radiologi).
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara
perlahan-perlahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas
osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi
secara bertahap.
5.)
Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru
membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa
kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi
secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus
eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi
tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.
b.
Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam
trabekula. Bila vaskularisasi/kontak baik, maka penyembuhannya cepat.
c.
Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena
epifisis aktif dalam pembentukan tulang.
d.
Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila
ada celah fraktur akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan kembali menjadi
tulang rawan hialin dimungkinkan bila dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi
interna khusus dengan CPM (Continous Passive Movement).
7.
Faktor yang berpengaruh dalam kecepatan penyembuhan
fraktur.
1.)
Umur penderita.
2.)
Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
3.)
Pergeseran awal fraktur.
4.)
Vaskularisasi pada kedua fragmen.
5.)
Reduksi serta imobilisasi.
6.)
Waktu imobilisasi.
7.)
Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh
jaringan lunak).
8.)
Adanya infeksi.
9.)
Cairan sinovia.
10.)
Gerakan aktif dan pasif anggota gerak.
5.
Penatalaksanaan Fraktur
Yang harus
diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a.
Recognisi/pengenalan.
Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi
fraktur harus jelas.
b.
Reduksi/manipulasi.
Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin
dapat kembali seperti letak asalnya.
c.
Retensi/memperhatikan reduksi.
Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan
fragmen
d.
Traksi
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada
bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e.
Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu
dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
f.
Operation/pembedahan
Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan
pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan
tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal,
sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai
6.
Komplikasi fraktur
Meskipun
kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi setahap akan mengalami
proses penyembuhan tetapi ada juga yang menderita ketidakmampuan fisik akibat
komplikasi seperti :
a.
Mal union
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan.
b.
Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5
bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak
bawah).
c.
Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 – 8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).
7.
Fraktur humerus
Fraktur
humerus dapat terjadi pada :
a.
Fraktur epifisis humerus
Fraktur epifisis humerus adalah fraktur lempeng epifisis tipe
II (Salter-Harris).
Mekanisme trauma :
Biasanya terjadi pada anak – anak yang jatuh dalam posisi
hiper – ekstensi, misalnya jatuh pada saat mengendarai sepeda/kuda.
b.
Frektur metafisis humerus
Fraktur metafisis biasanya tidak mengalami pergeseran dan pada
keadaan ini terapi konservatif merupakan pilihan pengobatan. Fraktur metapisis
dengan pergeseran biasanya bagian distal menembus kearah muskulus deltoid
sampai subkutan. Pada keadaan ini biasanya perlu dilakukan tindakan operasi
untuk melepaskan fragmen.
c.
Fraktur daerah diafisis
Terjadi karena adanya trauma langsung atau trauma putar pada
daerah humerus.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
Pada asuhan keperawatan ini
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses
keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha
memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang
sistematis untuk membantu pasien.
Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan
pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga
diketahui kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data merupakan pernyataan
masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Dalam pengkajian
data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang sebagai berikut :
a.
Pengumpulan data.
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menggali data
dari berbagai sumber yang mendukung dan mempengaruhi timbulnya masalah. Sumber
data tersebut berasal dari klien, keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya.
Status serta pemeriksaan laboratorium dan radiology.
Data yang dikumpulkan :
(1.)
Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
(2.)
Identitas penanggung : nama, alamat, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat,
hubungan keluarga.
(3.)
Riwayat kesehatan antara lain :
a.)
Keluhan utama : nyeri
b.)
Riwayat keluhan utama : pada riwayat keluhan utama akan
nampak apa yang dirasakan klien saat itu seperti nyeri tungkai sebelah kanan
akibat fraktur. Sifat nyeri, lokasi, dan penyebaran, hal-hal yang
meringankan/memperberat. Keluhan lain yang menyertai : demam, kelemahan, nyeri
dada dan batuk, konstipasi.
c.)
Riwayat keluhan masa lalu akan memberikan informasi
tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
(4.)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, terhadap berbagai sistem tubuh, maka
akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a.)
Keadaan umum :
Pada klien dengan imobilisasi dengan
fraktur femur perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya meliputi : penampilan,
postur tubuh, kesadaran, dan gaya bicara, karena klien yang diimobilisasi
biasanya akan mengalami kelemahan, kebersihan diri kurang, bentuk tubuh kurus
akibat adanya penurunan BB, tapi gaya bicaranya masih normal, kesadarannya
komposmentis.
b.)
Sistem pernafasan
Immobilisasi pasien dengan fraktur
berpengaruh pada pengembangan paru dan imobilisasi sekret pada jalan nafas.
Kurangnya pergerakan, kurang rangsang
batuk kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan berkumpul pada bronchus
dan broncheolus menyebabkan tachipnea.
c.)
Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji dari warna konjungtiva,
warna bibir ada tidaknya peningkatan tekanan vena jugularis dengan auskultasi
dapat dikaji bunyi jantung. Pada daerah dada dan pengukuran tekanan darah
dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi. Hipertensi (kadang-kadang
terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), hipotensi (kehilangan darah).
Nadi disertai tidak teraba bagian yang cedera, pengisian kapiler lambat.
d.)
Sistem pencernaan
Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui
secara dini penyimpangan pada sistem ini seperti konstipasi merupakan
komplikasi yang sering akibat imobilisasi, perubahan makanan dan minum yang
normal, kurang kegiatan.
e.)
Sistem genitourinari
Dapat dikaji dari ada tidaknya
pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah
abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan
alat-alat genetalianya bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan
dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu
miksi, serta bagaimana warna urine.
f.)
Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah
:
Otot : inspeksi mengenai ukuran otot pada daerah fraktur yaitu adanya
kelemahan, atropi karena tidak digunakan.
Amati otot dan tendon untuk mengetahui kemungkinan mengalami kontraktur.
Palpasi pada otot saat istirahat untuk mengetahui tonus otot. Palpasi
otot pada saat bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya
kelemahan (flasiditas) kekuatan otot dinilai dalam 5 tingkatan gradasi.
Skala
|
Kenormalan/
Kekuatan % |
Ciri-ciri
|
0
1
2
3
4
5
|
0
10
25
50
75
100
|
Paralisis
total.
Tidak ada
gerakan teraba/terlihat adanya kontraksi otot.
Gerakan otot
penuh menentang gravitasi dengan sokongan gerakan normal menentang gravitasi.
Gerakannya
normal menentang gravitasi.
Gerakan normal
penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan.
Gerakan normal
penuh menentang gravitasi dengan tekanan penuh.
|
Tulang : Kenormalan susunan
tulang dan deformitas.
Palpasi tulang adanya edema
atau nyeri tekan
Persendian : Palpasi
adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, krepitasi, rentang gerak (range of
motion).
g.)
Sistem integumen
Kehilangan integritas kulit (abrasi,
decubitus) disebabkan karena gesekan, tekanan jaringan bergeser satu dengan
yang lain, berkeringat, kenaikan suhu pada perabaan.
h.)
Sistem neurosensori
Hilangnya gerakan/sensasi,
kesemutan/kebas (parestesi).
Spasme otot.
(5.)
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami
fraktur meliputi : frekuensi makan, porsi makan, kwantitas minum, eliminasi
yang meliputi BAB serta BAK, personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut,
gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut, dan menggunting kuku, olahraga dan
istirahat).
(6.)
Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien immobilisasi pada
dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem yang lain
yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri,
dan identitas diri). Dan hubungan atau interaksi klien baik dengan anggota
keluarganya maupun dengan lingkungan di mana ia berada.
Pada klien dengan fraktur dan immobilisasi, adanya
perubahan pada konsep diri terjadi secara perlahan-lahan yang mana dapat
dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dalam
status emosional, perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan
masalah dan perubahan status tidur.
(7.)
Data spiritual
Klien dengan fraktur perlu dikaji tentang agama dan
kepribadiannya, keyakinan-keyakinan, harapan, serta semangat yang terkandung
dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhannya. Apakah klien
masih bisa melakukan ibadah shalat seperti biasanya.
(8.)
Data penunjang
a.)
Pemeriksaan diagnostik.
-
Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi/luasnya
fraktur.
-
Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI : memperlihatkan
fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
-
Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler
dicurigai.
b.)
Pemeriksaan laboratorium.
-
Hitung darah lengkap, Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress
normal setelah trauma.
Hb bila kurang dari 10 mg % menandakan anemia dan jumlah
leukosit bila lebih dari 10.000/mm3 menandakan adanya infeksi.
-
Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin
untuk klirens dan ginjal.
-
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
b.
Diagnosa
Diagnosa
keperawatan adalah masalah kesehatan yang aktual atau potensial di mana perawat
pendidikan dan pengalamannya mampu mengatasinya.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur sebagai
berikut :
1.)
Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan
dengan fraktur (kehilangan integritas tulang).
2.)
Nyeri berhubungan dengan otot, pergerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress,
ansietas.
3.)
Resiko tinggi terhadap disfungsi perifer berhubungan
dengan penurunan/interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
4.)
Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran
alveolar/kapiler.
5.)
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
6.)
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah
perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup dan mobilisasi.
7.)
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur
invasif, traksi tulang.
8.)
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah informasi/tidak mengenal sumber
informasi.
9.)
Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
berhubungan dengan immobilisasi.
10.)
Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan
fraktur ; tindakan traksi.
11.)
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
2.
Perencanaan
Setelah merumuskan
diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu
ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan
klien, maka langkah selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan tersebut melalui
suatu perencanaan yang baik.
a.)
Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan
dengan fraktur.
(1.) Tujuan
:
-
Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur.
-
Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas
pada sisi fraktur.
-
Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur
dengan tepat.
(2.) Tindakan/intervensi
:
(a.)
Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi.
Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional : Meningkatkan
stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.
(b.)
Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan
pasien pada tempat tidur ortopedik
Rasional : Tempat
tidur empuk atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah,
mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan traksi.
(c.)
Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut,
pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat,
gulungan tronkanter, papan kaki.
Rasional : Mencegah
gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat dari bantal dan
juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
(d.)
Pertahankan posisi/integritas traksi.
Rasional : Traksi
memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan
otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan.
(e.)
Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas
menggantung ; hindari mengangkat/menghilangkan berat.
Rasional : Jumlah
beban traksi optimal dipertahankan, catatan memasukkan gerakan bebas beban
selama mengganti posisi pasien menghindari penarikan berlebihan tiba-tiba pada
fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme otot.
(f.)
Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck
atau tidak memutar di bawah pergelangan dengan traksi Russel.
Rasional : Mempertahankan
integritas tarikan traksi sehingga traksi berfungsi tepat untuk menghindari
interupsi penyambungan fraktur.
(g.)
Kaji ulang foto/evaluasi.
Rasional : Memberikan
bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan
tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
b.)
Nyeri berhubungan dengan otot, gerakan fragmen tulang,
alat traksi.
(1.) Tujuan
:
-
Menyatakan nyeri hilang.
-
Menunjukkan tindakan santai ; mampu berpartisipasi
dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan cepat.
-
Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi.
(2.) Intervensi
:
(a.)
Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah
baring gips, pembebat, traksi.
Rasional : Menghilangkan
nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.
(b.)
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan
aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri.
(c.)
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Mempertahankan
kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang cedera.
(d.)
Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh
perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan
sirkulasi umum ; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
(e.)
Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non
narkotik.
Rasional : Menghambat
reseptor nyeri dan menurunkan ambang nyeri atau spasme otot.
c.)
Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer.
(1.) Tujuan
:
-
Mempertahankan perfusi jaringan.
(2.) Intervensi
:
(a.)
Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal
pada fraktur.
Rasional : Kembalinya
warna cepat (3 – 5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial,
sianosis diduga ada gangguan vena.
(b.)
Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan fungsi
motorik/sensori.
Rasional : Gangguan
perasaan bebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi
syaraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
(c.)
Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua
selaput antara ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi
ibu jari bila diindikasikan.
Rasional : Panjang
dan posisi syaraf parineal meningkatkan resiko cedera pada adanya fraktur kaki,
edema/sindrom kompartement, atau melapisi alat traksi.
(d.)
Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk
pembengkakan/pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan
dengan yang tak cedera.
Rasional : Peningkatan
lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/edema
umum tetapi menunjukkan perdarahan.
(e.)
Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat,
cyanosis, kulit dingin.
Rasional : Ketidakadekuatan
volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
(f.)
Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan
edema/pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi.
(g.)
Awasi hemoglobin/hematokrit, pemeriksaan koagulasi.
Rasional : Membantu
dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi
penggantian.
d.)
Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
(1.) Tujuan
:
-
Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat.
(2.) Intervensi
:
(a.)
Awasi frekuensi pernafasan.
Rasional : Takipnea,
dispnea dan insufisiensi pernafasan.
(b.)
Auskultasi bunyi nafas perhatikan terjadinya
ketidaksamaan bunyi hiperesonan, juga adanya gemericik, ronchi, mengi, dan
inspeksi mengorok/sesak nafas.
Rasional : Perubahan
dalam/adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
(c.)
Observasi sputum untuk tanda adanya darah.
Rasional : Hemodialisa
dapat terjadi dengan emboli paru.
(d.)
Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting pada
aksilla meluas ke abdomen/tubuh, mukosa mulut kantong konjungtiva dan retina.
Rasional : Ini
adalah karakteristik yang paling nyata dari tanda emboli lemak,. Yang tampak
dalam 2 – 3 hari setelah cedera.
(e.)
Berikan tambahan oksigen bila diindikasikan.
Rasional : Meningkatkan
sediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan.
(f.)
Berikan obat sesuai indikasi, heparin dosis rendah.
Rasional : Blok
siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya
tromboplebitis.
e.)
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
(1.) Tujuan
-
Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.
(2.) Intervensi
(a.)
Kaji derajat imobilitas fisik yang dihasilkan oleh
cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilitas.
Rasional : Pasien
mungkin dibatasi oleh pandangan/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
memerlukan intervensi/informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
(b.)
Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan
tungkai yang tidak sakit.
Rasional : kontraksi
otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu
mempertahankan kekuatan massa otot.
(c.)
Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik bila
mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional : Menurunkan
resiko kontraksi fleksi pinggul.
(d.)
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk
tongkat, sesegera mungkin, instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilitas.
Rasional : Mobilisasi
dini merupakan komplikasi tirah baring/contoh decubitus.
(e.)
Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan
mineral, pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi
pertama.
Rasional : pada
cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang
dengan cepat. Sering mengakibatkan penurunan berat badan, selama traksi tulang
ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan.
(f.)
Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabiltasi
spesialis.
Rasional : Untuk
membuat aktivitas individual/program latihan pasien dapat memerlukan bantuan
jangka panjang dengan gerakan, kekuatan dan aktivitas yang mengandalkan berat
badan.
f.)
Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
fraktur terbuka.
(1.) Tujuan
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
(2.) Intervensi
(a.)
Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan,
perdarahan, perubahan warna.
Rasional : Berikan
informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat
dan atau pemasangan gips/beban/traksi.
(b.)
Ubah posisi dengan sering, dorong penggunaan trapeze
bila mungkin.
Rasional : Untuk
mengurangi tekanan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit,
penggunaan trapeze dapat menurunkan abrasi pada siku/tumit.
(c.)
Bersihkan kelebihan plester dari kulit saat masih
basah, bila mungkin.
Rasional : Plester
yang kering dapat melekat ke dalam gips yang telah lengkap menyebabkan
kerusakan kulit.
(d.)
Gunakan plester traksu kulit dengan memanjang pada
posisi tungkai yang sakit.
Rasional : Plester
traksi melingkari tungkai dapat mempengaruhi pada sirkulasi.
(e.)
Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas
tonjolan tulang.
Rasional : meminimalkan
tekanan pada area ini.
g.)
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, , prosedur invasif, traksi
tulang.
(1.) Tujuan
-
Mencegah terjadinya infeksi untuk mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
(2.) Intervensi
(a.)
Infeksi kulit akibat adanya iritasi atau robekan
kontinuitas jaringan.
Rasional : Pen
atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau
abrasi.
(b.)
Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan
latihan mencuci tangan.
Rasional : Dapat
mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan terjadinya infeksi silang.
(c.)
Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi
perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainage yang tak sedap atau asam.
Rasional : Tanda
perkiraan infeksi gas gangren.
(d.)
Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan
edema lokal/eritema ekstremitas cedera.
Rasional : Dapat
mengidentifikasikan adanya osteomielitis.
(e.)
Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik
IV/topikal.
Rasional : Antibiotik
spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme.
(f.)
Berikan irigasi luka sesuai indikasi yang ada.
Rasional : Debridemen
luka menurunkan mikroorganisme dan insiden infeksi sistemik.
h.)
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah informasi.
(1.) Tujuan
-
Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
(2.) Intervensi
(a.)
Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan
datang.
Rasional : Memberikan
dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. Catatan :
fiksasi internal dapat mempengaruhi kekuatan tulang dan intramedulla atau
piringan mungkin diangkat beberapa hari kemudian.
(b.)
Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai
instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional : Banyak
fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses perlambatan
penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan penggunaan alat
ambulasi.
(c.)
Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukannya
secara mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional : Penyusunan
aktivitas sekitar kebutuhan yang dapat bantuan.
(d.)
Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk
sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional : Mencegah
kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot meningkatkan kembalinya aktivitas
sehari-hari.
(e.)
Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
Rasional : Menurunkan
resiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi
ostemielitis.
(f.)
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik, contoh : nyeri berat, demam tinggi, bau tak enak.
Rasional : Intervensi
cepat menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi/gangguan sirkulasi.
i.)
Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
berhubungan dengan immobilisasi.
(1.) Tujuan
Kebutuhan rawat diri terpenuhi.
(2.) Intervensi
(a.)
Kaji tingkat kemampuan klien dalam merawat dirinya.
Rasional : Mengetahui
sejauh mana kemampuan klien dalam merawat dirinya.
(b.)
Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan
anjurkan klien agar dapat mengerjakan sebanyak mungkin untuk dirinya
(memandikan klien).
Rasional : Perawatan
ini membantu memelihara harga diri dan kembali untuk hidup tanpa tergantung
kepada orang lain.
(c.)
Sediakan waktu klien dalam melakukan aktivitas dengan
segenap kemampuannya.
Rasional : Mengurangi
frustasi yang sering menyertai kesulitan yang dihadapi bila belajar.
(d.)
Berikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai oleh
klien dalam menolong dirinya.
Rasional : Untuk
memotivasi agar mematuhi program rehabilitasi secara kontinyu.
j.)
Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan
fraktur ; tindakan traksi.
(1.) Tujuan
Klien dapat melakukan interaksi dengan orang lain tanpa
merasa rendah diri.
(2.) Intervensi
(a.)
Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Rasional : Dukungan
yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
(b.)
Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya
dengan perubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi
yang biasanya.
Rasional : Membantu
mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu
pemecahan masalah.
(c.)
Perhatikan prilaku menarik diri, membicarakan diri
tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat
perubahan nyata/yang diterima.
Rasional : Dibutuhkan
pada masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi.
k.)
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
(1.) Tujuan
Mewujudkan kemampuan untuk mengatasi masalah.
(2.) Intervensi
(a.)
Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai
prognosis.
Rasional : Dapat
mengurangi kecemasan dan ketidakmampuan pasien untuk membuat keputusan/pilihan
berdasarkan realita.
(b.)
Berikan lingkungan terbuka di mana pasien akan merasa
aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri untuk berbicara.
Rasional : Membantu
pasien untuk merasa diterima pada kondisi sekarang tanpa perasaan dihakimi dan
meningkatkan perasaan harga diri dan kontrol.
(c.)
Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten,
juga dukungan untuk orang terdekat.
Rasional : menciptakan
interaksi interpersonal yang lebih baik dan menurunkan ansietas dan rasa takut.
(d.)
Libatkan orang terdekat sesuai petunjuk pada
pengambilan keputusan bersifat mayor.
Rasional : Menjamin
adanya sistem pendamping bagi pasien dan memberikan kesempatan orang terdekat
untuk berpartisipasi dalam kehidupan pasien.
3.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah
perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang
direncakan oleh perawat.
Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan
tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang
meliputi 3 hal :
a.
Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan
kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b.
Mengidentifikasi respon klien.
c.
Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan
keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
-
Kebutuhan klien.
-
Dasar dari tindakan.
-
Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari
perawat.
-
Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri.
-
Sumber-sumber dari instansi.
4.
Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan
pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan
klien. tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses
keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan fraktur dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan
berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perencanaan
yang diberikan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal dengan
fraktur.
No comments:
Post a Comment